Tumpeng


Tumpeng | English Version

⛰️ Defenisi


Tumpeng adalah cara menyajikan nasi dan lauknya dalam bentuk kerucut. Tumpeng umumnya digunakan dalam bentuk nasi kuning, meskipun sering juga digunakan nasi putih biasa atau nasi uduk yang dibuat dengan menggunakan wadah anyaman bambu berbentuk kerucut.

Cara menyajikan nasi ini khas orang Jawa atau Betawi keturunan Jawa. Secara tradisional ditampilkan dalam upacara slamatan dan biasanya dibuat pada saat perayaan atau perayaan acara penting. Meskipun demikian, orang Indonesia sudah terbiasa dengan kegiatan ini secara umum.

Tumpeng biasanya disajikan di tampah atau winnow (wadah bulat tradisional dari anyaman bambu) dan daun pisang.






Tumpeng adalah hidangan nasi berbentuk kerucut dengan lauk sayuran dan daging. Secara tradisional ditampilkan dalam upacara slamatan, nasi dibuat dengan menggunakan wadah anyaman bambu berbentuk kerucut. Nasi itu sendiri mungkin nasi putih biasa, nasi uduk (dimasak dengan santan), atau nasi kuning (nasi uduk diwarnai dengan kunyit).

Kerucut beras didirikan di tampah (wadah anyaman bambu bundar), ditutupi dengan daun pisang, dan dikelilingi oleh berbagai macam masakan Indonesia.

Pada tahun 2013, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia mempromosikan tumpeng sebagai salah satu dari 30 ikon kuliner Indonesia dan memberikannya status hidangan nasional resmi Indonesia dan pada tahun 2014, menggambarkannya sebagai "hidangan yang mengikat keragaman berbagai Indonesia tradisi kuliner.

⛰️ Sejarah dan tradisi

Masyarakat di pulau Jawa, Bali dan Madura memiliki kebiasaan membuat tumpeng untuk merayakan acara penting, seperti perayaan kelahiran atau ulang tahun dan acara perayaan lainnya. Hari ini, hampir semua orang Indonesia akrab dengan tumpeng.


Filosofi tumpeng erat kaitannya dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi gunung berapi. Tumpeng berasal dari masyarakat Indonesia kuno yang memuliakan gunung sebagai tempat tinggal para hyang, atau roh leluhur (leluhur). Setelah orang-orang Jawa dianut dan dipengaruhi oleh budaya Hindu, beras berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat yang berdiam para dewa.

Orang-orang di Jawa, Bali dan Madura biasanya membuat tumpeng untuk merayakan acara-acara penting. Namun, semua orang Indonesia akrab dengan tumpeng. Filosofi tumpeng berhubungan dengan kondisi geografis Indonesia, terutama Pulau Jawa yang subur dengan banyak gunung dan gunung berapi.

Tumpeng kembali ke tradisi kuno Indonesia yang menghormati gunung sebagai tempat tinggal para hyung, roh leluhur dan dewa. Beras berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru gunung suci. Pesta itu berfungsi sebagai ucapan syukur atas limpahnya panen atau berkat-berkat lainnya.

Tumpeng adalah simbol syukur, dalam upacara syukur (syukuran atau slametan), setelah orang-orang berdoa, bagian atas tumpeng dipotong dan dikirim ke orang yang paling penting. Dia mungkin pemimpin kelompok, orang tertua, atau orang yang dicintai. Kemudian, semua orang dalam upacara menikmati tumpeng bersama. Dengan tumpeng, orang-orang mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan menghargai kebersamaan dan harmoni. Upacara tahunan yang melibatkan tumpeng biasa disebut 'tumpengan'.

Di zaman modern, bagian atas tumpeng diberikan kepada tamu terhormat dalam acara sosial, upacara atau penghargaan. Di banyak kota di Indonesia, seperti Yogyakarta, sebuah tradisi telah dikembangkan - upacara tumpengan menjelang 17 Agustus - yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia. Acara ini dimaksudkan untuk berdoa bagi keselamatan dan kesejahteraan bangsa.

⛰️ Awalnya dibuat untuk persembahan ke gunung

Pada mulanya, tumpeng digunakan oleh orang Jawa dan masyarakat sekitarnya (termasuk orang Madura dan Bali), untuk membuat persembahan ke gunung sebagai bentuk penghormatan bahwa ada leluhur yang menghuni pegunungan. Ini terjadi sejak lama, jauh sebelum agama masuk ke nusantara.

Belakangan, agama Hindu masuk ke Indonesia. Perayaan dan pembuatan kerucut memiliki sedikit perubahan, yaitu dari bentuk beras. Nasi tumpeng baru mulai berbentuk kerucut ketika zaman Hindu. Kerucut adalah tiruan dari bentuk gunung Mahameru sebagai tempat tinggal dewa-dewa mereka.

Meskipun tradisi kerucut telah ada jauh sebelum pengenalan Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng dalam perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filsafat Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan dalam masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan pengajian Qur'an sebelumnya.

Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" adalah akronim dalam bahasa Jawa: yen metu kudu sing mempeng (jika keluar harus dengan sungguh-sungguh). Rinci, ada satu lagi unit makanan yang disebut "Buceng", terbuat dari ketan; akronim dari: yen mlebu kudu bernyanyi kenceng (ketika masuk harus dengan sungguh-sungguh) Sedangkan tumpeng-pauknya tumpeng, berjumlah 7 macam, angka 7 pitu Jawa, artinya Pitulungan (bantuan).

Tiga kalimat akronim, berasal dari sebuah doa dalam surah al-Isra 'ayat 80: "Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)."

Menurut beberapa komentator, doa ini dibaca oleh Nabi Muhammad SAW ketika beremigrasi dari kota Mekah ke kota Madinah. Jadi jika seseorang ingin merayakan presentasi Tumpeng, tujuannya adalah untuk meminta bantuan kepada Sang Pencipta agar kita bisa menjadi baik dan menghindari kejahatan, dan mendapatkan kemuliaan yang memberikan bantuan. Dan itulah yang akan kita dapatkan jika kita ingin berusaha dengan sungguh-sungguh.

Tumpeng adalah bagian penting dalam perayaan pesta tradisional. Perayaan atau perayaan adalah bentuk rasa syukur dan syukur kepada Yang Mahakuasa atas berlimpahnya panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering berfungsi sebagai kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun.

Dalam perayaan, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi yang tidak tertulis menunjukkan tumpeng yang dipotong dan diberikan kepada yang paling penting, yang paling terhormat, yang paling dihormati, atau yang paling tua di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang itu. Kemudian semua yang hadir diajak menikmati tumpeng bersama. Dengan komunitas tumpeng menunjukkan rasa syukur dan syukur kepada Tuhan serta merayakan kebersamaan dan harmoni.

Acara yang melibatkan nasi kerucut ini disebut sebagai 'tumpengan' sebagai orang awam. Di Yogyakarta misalnya, tradisi 'tumpengan' berkembang pada malam sebelum 17 Agustus, Proklamasi Hari Kemerdekaan Indonesia, untuk berdoa bagi keselamatan negara.


⛰️ Lauk pauk

Tidak ada piring standar. Namun, beberapa lauk pauk yang biasa adalah kue, daging parut, telur goreng, telur goreng, potongan dipotong, dan daun seledri. Variasinya meliputi tempe kering, serundeng, omelet kacang panjang, ikan asin atau lele goreng, dan sebagainya.

Dari segi makna tradisional tumpeng, direkomendasikan bahwa lauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan lele, bandeng atau rempeyek teri) dan sayuran (kangkung, bayam atau kacang panjang). Masing-masing lauk ini memiliki makna tradisional dalam budaya Jawa dan Bali. Kompetisi make up tumpeng cukup umum, terutama di kota-kota di Jawa Tengah dan Yogyakarta, untuk memeriahkan Hari Proklamasi Kemerdekaan.

⛰️ Arti Lauk pauk di sekitarnya

Nasi berbentuk kerucut ini dikelilingi oleh berbagai macam masakan Indonesia, seperti sayur urap, ayam goreng, ayam bakar, empal gepuk (daging sapi goreng manis dan pedas), abon sapi, semur (daging sapi) rebus dalam kecap manis), teri kacang (ikan teri dengan kacang tanah), udang goreng, telur pindang (telur marmer rebus), omelet iris, tempe orek (tempe goreng manis dan kering), kentang perkedel (kentang tumbuk lumat), perkedel jagung, sambal goreng ati (hati dalam saus sambal), dan banyak hal lainnya.

Biasanya ada setidaknya 7 jenis lauk pauk pada nasi tumpeng. Karena di Jawa angka 7 disebut pitu, yang juga bisa ditafsirkan sebagai pitulungan atau pembolongan. Selain itu, jenis lauk yang dipilih juga memiliki makna. Misalnya telur yang menggambarkan kebersamaan.

Mungkin teman juga sering menemukan berbagai jenis ikan dalam kerucut kerucut kerucut? Nah, ikan ini menggambarkan keuletan, dan perjuangan hidup meski sedang dalam masa-masa sulit.

Ada juga ayam jago yang biasanya dimasak dengan bumbu kuning. Ini melambangkan bahwa manusia harus menghindari sifat buruk dari ayam jantan (laki-laki) misalnya sombong atau ingin menang sendiri.

Urap sayuran

Berbeda dengan lauk pauk yang memiliki banyak arti, sayuran dalam nasi kerucut kerucut padi umumnya memiliki arti yang baik. Sayuran yang terdiri dari kale, toge, dan kacang panjang memiliki arti untuk melindungi dan penilaian yang baik dalam memilih semuanya.

Secara tradisional harus ada keseimbangan antara sayuran, telur, daging, dan makanan laut. Komposisi tumpeng tradisional Jawa lebih kompleks karena unsur-unsurnya harus menyeimbangkan satu sama lain sesuai dengan kepercayaan Jawa.

Tumpeng tradisional Jawa biasanya melibatkan sayur urap, tempe, ayam goreng, teri kacang, udang goreng, telur pindang, empal gepuk dan sambal.

Setelah pengadopsian tumpeng sebagai hidangan nasional, tumpeng diharapkan menjadi hidangan yang mengikat tradisi memasak Indonesia. Lauknya mungkin masakan Indonesia yang populer, seperti gado-gado, sate dan rendang. Hari ini piring yang menyertai tumpeng dapat menjadi kebijaksanaan tuan rumah.

⛰️ Makna filosofis
Ada makna filosofis pada setiap bagian tumpeng tradisional. Menurut cerita rakyat di Jawa dan Bali, tumpeng berbentuk kerucut adalah simbol mistik kehidupan dan ekosistem. Ini juga melambangkan kemuliaan Tuhan sebagai Pencipta alam, dan lauk dan sayuran mewakili kehidupan dan harmoni alam.

Piring tumpeng otentik dan lengkap harus mengandung setidaknya satu daging untuk mewakili hewan darat, ikan untuk mewakili makhluk laut, telur untuk mewakili binatang bersayap, dan sayuran yang mewakili stok makanan yang disediakan oleh kerajaan tumbuhan. Biasanya tumpeng disajikan dengan bayam karena bayam adalah simbol tradisional kemakmuran di masyarakat pertanian Jawa.

Berikut adalah makna filosofis dibalik beberapa bahan tumpeng:
  • Telur: Telur disajikan dengan cangkang masih aktif. Mengupas telur sebelum memakannya melambangkan segala sesuatu yang harus direncanakan dan dilakukan seseorang sebelum menjadi orang yang baik.
  • Sayuran: Bungkus sayuran mewakili hubungan yang baik dengan teman dan tetangga. Bayam mewakili kehidupan yang aman dan damai; bayam air melambangkan seseorang yang dapat hidup melalui kesukaran; kacang panjang mewakili umur panjang; dan kecambah kacang hijau mewakili nenek moyang untuk memiliki warisan.
  • Ikan lele: Lele mewakili pentingnya mempersiapkan masalah di masa depan. Ini juga mewakili menjadi rendah hati, karena ikan lele hidup di dasar kolam.
  • Bandeng: Banyak tulang bandeng mewakili nasib baik dan kemakmuran di masa depan.
  • Teri: Karena mereka hidup bersama, teri mewakili mewakili hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangga.

Ada beberapa varian tumpeng, dibedakan berdasarkan upacara.
  • Tumpeng Robyong - Jenis tumpeng ini biasanya disajikan dalam upacara siraman tradisional (bridal shower). Tumpeng ditempatkan pada wadah nasi bakul bambu; telur, terasi, bawang merah dan cabai merah ditempatkan di atasnya.
  • Tumpeng Nujuh Bulan - tumpeng semacam ini disajikan pada bulan ketujuh kehamilan (upacara prenatal). Tumpeng terbuat dari nasi putih biasa. Sebuah tumpeng utama dikelilingi oleh enam tumpeng yang lebih kecil; semua tumpengs didirikan di tampah yang dilapisi daun pisang.
  • Tumpeng Pungkur - Digunakan dalam upacara kematian seorang perawan atau pria atau wanita yang belum menikah. Ini terbuat dari nasi putih yang dikelilingi hanya dengan hidangan sayuran. Tumpukan kemudian harus dipotong vertikal menjadi dua bagian secara merata dan ditempatkan satu terhadap yang lain.
  • Tumpeng Putih - tumpeng Putih, menggunakan nasi putih karena putih melambangkan kesucian dalam budaya Jawa. Jenis tumpeng ini digunakan dalam upacara sakral.
  • Tumpeng Nasi Kuning - Kuning tumpeng: Warna kuning melambangkan emas, kekayaan, kelimpahan, dan moral tinggi. Jenis tumpeng ini digunakan dalam perayaan dan perayaan yang ceria dan bahagia, seperti perayaan kelahiran, pertunangan, pernikahan, Idul Fitri, Natal, dll.
  • Tumpeng Nasi Uduk (juga disebut tumpeng tasyakuran) - Nasi uduk (nasi yang dimasak dalam santan) digunakan dalam upacara Maulud Nabi: merayakan ulang tahun Nabi Muhammad.
  • Tumpeng Seremonial / Modifikasi - tumpeng kontemporer ini relatif lebih terbuka untuk modifikasi dan adaptasi. Itu tergantung pada kebijaksanaan, selera, dan permintaan tuan rumah.
Tradisi kontemporer

Saat ini, sebagian besar orang Indonesia menyajikan tumpeng sebagai hidangan untuk merayakan acara istimewa, seperti pesta ulang tahun, arisan, pertemuan keluarga atau lingkungan, pesta perpisahan, perayaan, resital, dan banyak acara gembira lainnya. Karena nilai perayaan dan perayaannya, sampai sekarang tumpeng kadang-kadang dilihat sebagai mitra kue ulang tahun Indonesia. Kontes Tumpeng terkadang diadakan untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus atau untuk memperingati hari emansipasi wanita, Kartini pada 21 April. Para tumpeng dalam kontes ini dinilai oleh dekorasi dan selera.

Menurut Jati dalam kearifan lokal di balik Tumpeng sebagai ikon masakan tradisional Indonesia, pada tahun 2004, Departemen Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan piramida makanan tumpeng berbasis untuk mendorong makan sehat karena tumpeng termasuk sampel makanan dari setiap kelompok makanan. Sisi-sisi daging atau kedelai menyediakan zat besi, seng, dan protein; lauk sayuran menyediakan vitamin dan mineral.

Pada tahun 2009, Garuda Indonesia mulai menawarkan Mini Nasi Tumpeng Nusantara sebagai bagian dari konsep baru untuk menyoroti keramahan Indonesia.

Tumpeng ditawarkan di restoran Indonesia di luar negeri, seperti di negara tetangga Singapura dan Belanda.

Pembangunan Museum Purna Bhakti Pertiwi milik Suharto di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, mengambil bentuk tumpeng.





Ayo Baca Cerita yang lain!

Legenda Surabaya